"Orang zaman sekarang selalu mencari tontonan yang baru. Crop circle di Berbah merupakan suatu hal yang baru bagi orang Yogya, bahkan orang Indonesia," kata Zamzam ketika ditemui di rumahnya, Krapyak, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Rabu (26/1/2011).
Menurut dia, simbol yang terbentuk di crop circle tidak bisa dimaknai. "Simbol hanya bermakna ketika dikaitkan dengan konteks, sedangkan kita tidak bisa menemukan konteks pada simbol ini," katanya.
Ia berpesan, biarkan ini menjadi misteri. Karena dengan misteri, orang akan terus memersepsikan maknanya. Semua pemaknaan sah-sah saja hukumnya. Karena ini adalah pesan, yang bebas diartikan semua orang.
Baginya, fenomena kemunculan pola aneh di Berbah dan Piyungan adalah manifestasi karakter manusia saat ini, yaitu eksistensi. Terlepas dari perdebatan siapa yang membuat pola itu, orang yang menonton dan pembuat pola berebut untuk diakui eksistensinya.
"Jika kita asumsikan crop circle Berbah dibuat manusia, orang itu ingin menunjukkan eksistensi melalui karya. Begitu juga orang yang menonton. Mereka berlomba ingin menyaksikan secara langsung fenomena tersebut," katanya.
Masyarakat seakan tidak mau ketinggalan informasi. "Seakan-akan ada rasa ketinggalan informasi jika tidak menonton dari tempat kejadian. Kalau kata anak sekarang, ya, ngeksis," kata Zamzam.
Fenomena crop circle telah merebut atensi semua kalangan. Ini memberikan keuntungan ekonomi bagi media massa maupun masyarakat sekitar. "Saat ini adalah era ekonomi atensi. Siapa yang bisa merebut perhatian khalayak dengan cepat, dialah yang memperoleh benefit dan eksis," katanya sembari tertawa
0 komentar:
Posting Komentar